Mengapa sering kali nasabah bisa salah? Ini karena banyak penjualan
produk asuransi kebanyakan dilakukan berdasarkan relasi. "Sebanyak 60
persen produk asuransi dijual dari hubungan entah dia teman, dia
saudara, entah dia pacar. (Sedangkan) 20 persen itu adalah nama besar
perusahaan, (dan) 20 persen adalah knowledge (pengetahuan) mengenai produknya itu sendiri," ujar Taufik yang mengutip hasil survei sebuah badan asuransi.
Oleh
sebab itu, ia pun berharap nasabah bisa hati-hati terkait pemilihan
produk. Ini karena keluarga atau ahli warislah yang menerima manfaat
dari asuransi jiwa seorang nasabah.
Kesalahan lainnya, lanjut
Taufik, yang sering kali dialami nasabah adalah produk asuransi yang
terhubung dengan dengan kartu kredit. Biasanya, penawaran produk
asuransi ini melalui telemarketing. "Anda punya kartu kredit sering
ditelepon, (seperti ini) Bu, track record kartu kreditnya bagus.
(Produk asuransi) ini sebulan cuma iuran Rp 10.000 atau Rp 20.000.
Nanti, kalau Anda meninggal, maaf, keluarga dapat Rp 25 juta. Atau
nggak, utang kartu kreditnya dihapus," ungkap dia menirukan penawaran pemasar dari agen asuransi yang bekerja sama dengan perusahaan kartu kredit.
Biasanya,
penawaran dengan cara seperti ini terbilang cepat prosesnya. Begitu
nasabah pemegang kartu kredit menjawab "ya", maka agen akan merekam
semua percakapan dan polis pun segera dikirim. Tapi, sering kali
masalahnya adalah nasabah sulit melakukan klaim. "Tapi, pada saat
klaim, fakta dari klien saya susah sekali. Bahkan, ahli waris almarhum
masih dikejar oleh debt collector," sebut dia.
Menurut Taufik, itu bisa disebabkan collection departement yang
bertugas untuk menagih, antara perusahaan asuransi dan kartu kredit,
tidak saling terhubung. Sebagai nasihat, ia menyarankan nasabah membeli
produk asuransi yang terpisah. "(Misalkan mau beli produk asuransi)
untuk kematian, ya kematianlah. Itu lebih safe dan lebih gampang klaimnya daripada yang link dengan kartu kredit," ujar dia.
0 comments:
Post a Comment