JAKARTA, KOMPAS.com - Bacalah polis asuransi dengan
baik! Demikian pesan singkat yang disampaikan oleh Ketua BMAI (Badan
Mediasi Asuransi Indonesia), Frans Lamury, kepada masyarakat kepada
pemegang polis asuransi.
Frans menyebutkan, banyak masyarakat
yang selama ini berpandangan bahwa dunia asuransi itu banyak tipunya.
"Mereka (perusahaan ataupun agen asuransi dinilai) tidak jujur, mereka
tidak melakukan apa yang mereka janjikan," ujar Frans kepada Kompas.com, di Jakarta.
Menurut dia, masyarakat banyak menilai bahwa agen asuransi hanya
menyampaikan hal-hal yang indah saja dari suatu produk asuransi yang
ditawarkan. Ketika terjadi suatu permasalahan, agen asuransi pun susah
dicari. Alhasil, nasabah kecewa dengan produk ataupun perusahaan
asuransi.
Padahal, lanjut Frans, banyak juga terjadi bahwa nasabah
tidak mengerti isi perjanjian (polis asuransi). "Nasabah tidak membaca
seluruhnya (polis asuransi)," tegas dia. Nasabah, terang dia, membeli
produk berdasarkan penjelasan. Hal yang paling diingat nasabah pun
biasanya yang baiknya saja.
Terkait dengan ini, CEO TGRM
Financial Planning Services, Taufik Gumulya, menyatakan bahwa sebanyak
60 produk asuransi ternyata dijual berdasarkan hubungan relasi, baik itu
teman, saudara bahkan kekasih. "(Sedangkan) 20 persen itu adalah
(berdasarkan) nama besar perusahaan, (dan) 20 persen adalah knowledge
(pengetahuan) mengenai produknya itu sendiri," ujar Taufik yang mengutip
hasil survei sebuah badan asuransi. Hasilnya, ia menuturkan, nasabah
pun bisa membeli produk asuransi, khususnya jiwa, yang salah.
Baik kesalahan agen maupun nasabah, keduanya tercermin dalam kasus
seorang karyawati hotel berbintang 5 di Jakarta. Karyawati ini membeli
sebuah polis unit-linked dari seorang agen asuransi yang
kebetulan adalah adik kandungnya sendiri. Polis mulai berlaku sejak
tanggal 28 Juni 2007 , dengan premi sebesar Rp 50 juta. Jumlah tersebut
terdiri dari premi asuransi berkala yang akan dibayarkan setiap tahun
selama 10 tahun sebesar Rp 20 juta, dan premi investasi tunggal (single premium) sebesar Rp 30 juta.
Karyawati yang telah melakukan mediasi di BMAI ini pun sempat melakukan
penarikan Rp 10 juta. Pada masa jatuh tempo tahun kedua ( 2008 ),
pemegang polis ini kaget karena uangnya hanya bersisa sekitar Rp 23
juta. Ia pun menanyakan di mana sisa uang sekitar Rp 17 juta dari premi
yang telah disetorkannya. Padahal, oleh adiknya selaku agen, ia
diberitahukan bahwa unit-linked bukan asuransi dan hasil investasi dijanjikan 200 persen.
Lantas, ia pun sempat melaporkan permasalahan ini ke Menteri Keuangan,
Dirjen Bapepam-LK, hingga ke Dewan Asuransi Indonesia. Kasus pun sampai
ke tangan BMAI, dan selesai pada tahap mediasi. Berdasarkan catatan
BMAI, dua pihak terbukti berbuat salah. Kesalahan yang dilakukan oleh
agen asuransi adalah kesalahan penanggung. Sementara, pemilik polis
salah karena terlalu percaya sama agen serta ilustrasi yang tidak
menggambarkan polis sesungguhnya. Selain itu, karyawati tersebut juga
mengaku salah karena tidak membaca polis.
Mediasi pun berakhir
dengan win-win solution (50 persen-50 persen) dari sisa dana yang pernah
disetorkannya ke termohon yaitu sebesar Rp 8,5 juta.
Terhadap
kasus-kasus seperti ini, Frans pun berharap agar agen pemasaran asuransi
bisa menjelaskan lebih baik. "Di lain pihak, diharapkan nasabah juga
mendengarkan dengan baik, tapi lebih baik membaca (polis) dengan baik,"
tegas dia. Karena, menurut dia, bahasa dalam polis itu tidak jelek
sekali.
Jika nasabah kurang paham maka harus mendatangi
perusahaan. Nasabah juga bisa mendatangi BMAI untuk berkonsultasi
mengenai produk asuransi. Jadi, bukan hanya masalah saja yang bisa
ditanyakan ke lembaga ini. "Orang bisa bertanya ke kita, dan kita bisa
menjelaskan," sebut Frans, di mana konsultasi bisa melalui telepon,
pesan elektronik ataupun datang lansung ke kantor BMAI, di Gedung Menara
Duta Lantai 7, Jl HR Rasuna Said Kav B-9, Jakarta.
0 comments:
Post a Comment